Minggu, 20 Maret 2011

BORE NYARA RAMPU, BANYA DOA NIPPON MENANG HAIK ! (Imam Lapeo, the true story 1)


Pendahuluan
Turut Berduka dengan GEMPA & TSUNAMI di Jepang sebagai salah satu tragedi kemanusiaan terbesar di bumi ini. Apalagi mungkin juga ada SUMINAH dkk TKI lainnya yg juga menjadi korban di sana. Kita hanya bisa BERDO'A untuk keselamatan sekian ratus juta penduduk Bumi lainnya agar terhindar dari dampak bocornya reaktor Nuklir di sana. Ngomong2 tentang Do'a dan JEPANG.... berikut ini kisah singkat dan unik antara Imam Lapeo & Tentara Jepang.
Prolog
Lokasi di mana bangunan sekolah  SMA Neg.1 Campalagian berdiri konon dulu adalah salah satu lokasi camp tentara Jepang untuk wilayah pesisir AFDELING MANDAR.  Mungkin di sana masih ada beberapa sisa-sisa bangunan sebagai bukti keberadaan tentara Jepang di Lapeo.
Dalam interaksi dengan masyarakat Lapeo, tentara Jepang menorehkan beberapa kisah yang tidak jauh berbeda dengan kisah sedih penjajahan orang2  jahat dari negeri  Samurai yang negerinya baru-baru saja dilanda TSUNAMI ini. Namun ada kisah menarik dan memberikan kesan tersendiri akan keberadaan Imam Lapeo di tengah masyarakat Mandar.  Seperti  true story berikut ini yang dikutip dari kisah lisan Alm. KH.Nadjmuddin Thahir kepada anak-cucunya.

BANYA’  DOA, NIPPON MENANG NE !
Sebagaimana yang terjadi  di tanah Nusantara lain yang tengah dikuasai tentara Jepang, masyarakat jajahan dilarang menyalakan api atau lampu di malam hari. Larangan ini tentu saja berkaitan dengan ancaman serangan pesawat pembom milik Sekutu yang bagi masyarakat Sulawesi  kala itu terkenal dengan nama “LA BOLONG”.
Namun aneh sekali, larangan tersebut seakan tidak berlaku bagi Masjid Lapeo.  Di Masjid ini masyarakat Lapeo dapat dengan tenang melaksanakan ibadah shalat secara berjamaah dengan dan tidak perlu ‘bergelap-ria’. Bahkan pada setiap pelaksanaan ibadah, mereka justru dikawal oleh beberapa tentara Jepang yang berjaga-jaga di sekitar Masjid.  Yang luar biasa, menjelang waktu shalat Subuh, beberapa tentara justru ikut membangunkan penghuni rumah agar segera bersiap menuju ke Masjid Lapeo untuk shalat berjamaah.
Bagaimana hal ini bisa terjadi?  Pastilah ada latar belakang  yang menyebabkan kondisi ini bisa berlangsung khusus di Lapeo. Dan ternyata memang ada suatu peristiwa penting yang mendahului situasi yang luar biasa ini.
Suatu hari, tergopoh-gopoh seorang komandan tentara Jepang menemui Imam Lapeo di rumah panggungnya. Dia meminta agar Imam Lapeo segera dapat melakukan sesuatu agar sekelompok kecil pasukannya dapat kembali lagi ke markasnya, ….???  Permintaan ini pasti akan membingungkan bila saja Sang Komandan tidak segera menceritakan alas an permintaannya. Rupanya sudah menjelang sepekan lamanya beberapa anak buahnya hilang !
Sebenarnya rombongan kecil  tentara  Jepang yang dinyatakan hilang oleh komandannya itu sedang dalam status pamit berburu ke hutan.  Namun sudah seminggu mereka belum juga pulang  bahkan tidak ada kabar sama sekali. Sang Komandan sudah mengirimkan beberapa orang untuk mencari tetapi  tidak dapat menemukan jejak petunjuk apapun.  Di tengah keputusasaan mereka, seorang warga membisikkan bahwa mungkin Imam Lapeo dapat membantu memberikan informasi mengenai anak buahnya yang hilang itu. Tentu saja dengan sedikit bumbu cerita bahwa Imam Besar kita ini memang adalah seorang tokoh yang ‘keramat’.  Demikianlah, Sang Komandan pun iseng datang berkunjung ke ‘boyakkayyang’.
Bagaimana reaksi Imam Lapeo? Dengan tenang beliau kemudian mengajak semua yang hadir untuk mengangkat tangan dan mulai memimpin do’a agar orang-orang yang hilang itu mendapatkan petunjuk dari Allah agar bisa pulang kembali ke Lapeo.  Lalu kembalilah komandan  Jepang itu ke markasnya.
Pada malam harinya entah apa yang dipikirkan sang komandan. Pastilah kekawatirannya  semakin bertambah. Bayangan pencopotan jabatan ataupun hukuman yang lebih berat mungkin mulai muncul satu per satu menghantuinya. Hingga pagi mungkin juga dia merancang kembali persiapan sebuah pasukan untuk melakukan pencarian kesekian kalinya. Yang jelas, tentu malam hari itu sang komandan tidak dapat tidur dengan nyenyak.
Tetapi kegelisahannya pada malam hari itu segera terbayar dengan kelegaan pada keesokan harinya ketika sekelompok orang muncul dari arah hutan dengan muka letih serta badan penuh kotoran dan bau. Rupanya tenatara Jepang yang telah sepekan hilang,  kini tiba-tiba muncul dengan kondisi tidak karuan seperti itu. Babi hasil buruan  bahkan  sebagian membusuk di rangsel mereka. Seakan tidak sabar, sang komandan kemudian setengah memaksa meminta segera laporan tentang apa yang telah terjadi.
Bergantian mereka menceritakan bahwa  sehabis berburu mereka berkemas dan melakukan perjalanan untuk pulang kembali ke camp Lapeo. Tetapi setelah berjalan beberapa lama mereka baru sadar bahwa mereka telah tersesat dan tidak bisa menemukan jalan kembali. Seakan-akan mereka hanya berputar-putar di sebuah wilayah hutan lebat yang tertutup.  Sebagian besar dari mereka sempat berputus asa karena hingga sekian kali pergantian hari mereka masih saja tersesat di dalam hutan. Hingga kemudian suatu hari, yakni hari sebelum mereka tiba di Lapeo, seseorang di antara mereka tiba-tiba menemukan sebuah jalan yang baru mereka lihat yang kemudian ketika ditelusuri  menuntun mereka keluar dari lebatnya hutan.
Selesai mendengar cerita ini, spontan Komandan segera bergegas menuju ke Masjid Lapeo dan menemui Imam Lapeo. Dijabatnya erat-erat tangan sang Imam, sambil membungkuk melakukan penghormatan khas negeri matahari.  “TARIMA KASE,  IMAM, TARIMAKASE…..” begitu kira-kira ucapan sang komandan.  Diajaknya Imam Lapeo berbincang sejenak dan menanyakan apa kira-kira yang bisa dia lakukan untuk menyenangkan Sang Imam.  Tentu saja ini adalah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan sedikit pun oleh seorang pemimpin rakyat, pemimpin ummat, pemimpin kaumnya di Lapeo Tana Mandar.  Beliau kemudian mengajak komandan ke dalam pembicaraan hakikat yang menarik dan mengasikkan. Sesekali sang komandan mengangguk-ngangguk, mungkin pertanda kagum atau mungkin juga hanyalah gaya seorang penguasa yang terpaksa mengakrabi  orang jajahannya.
Di tengah perbincangan, Imam Lapeo kemudian menjelaskan bahwa apa yang dia lakukan untuk menolong komandan hanyalah hal yang biasa, yakni BERDO’A.  Suatu amalan ibadah yang sudah biasa dilakukan oleh seorang muslim yang telah menghambakan dirinya kepada sebuah Kekuatan Maha Dahsyat  yakni ALLAH  SWT.  
 UD-UUNIII, ASTAJIBLAKUM.  “Berdoa’alah kepadaKu, niscaya akan Kukabulkan”,  begitu kira-kira  kata Imam Lapeo menterjemahkan Ayat Al-Qur’an yang dibacakannya.
“Karo begituuuu, orang  Rapeo haruuus banyak  do’a  NIPPON menang  ne?” tiba-tiba Komandan bermata sipit ini memberikan respon.
“Betul sekali itu komandan…. Tetapi…. Bagaimana bisa kami banyak berdo’a sementara Nippon melarang kami menyalakan api di Masjid pada malam hari?  Selama ini Kami hanya bisa terbatas mendo’akan Nippon pada siang hari saja?”  seloroh bermuatan  diplomasi segera meluncur dari ucapan Sang Imam.
Diplomasi sederhana namun penuh hikmah inilah yang kemudian menjadi asbab keluarnya pernyataan dari mulut sang komandan mengakhiri perbincangan hari itu, kira-kira seperti ini:
“BAE’,  DI MASJID  INI  BORE NYARA  RAMPU NE?  BIAR SMUA ORANG  RAPEO  BANYA’  DO’A  NIPPON MENANG, HAEK ! “. 

(dikisahkan kembali  oleh Aba Mimi).

SILSILAH KELUARGA IMAM LAPEO (2 dari 2) "PAMBUSUANG FAMILY"


PENDAHULUAN 
   Sebagaimana telah diinformasikan pada posting sebelumnya, keluarga  Imam Lapeo berakar dari sebuah kampung tua bernama Pambusuang.  Kemudian ayahanda Imam Lapeo yang bernama H.Muhammad bin Abd.Karim bin Aba Talha mempunyai dua saudara yakni yang dikenal dengan panggilan Kanne Paung dan Kanne Kina. Kanne Paung tidak memiliki keturunan sedangkan Kanne Kina kemudian mempunyai anak cucu yang berkembang di Pambusuang sebagai sepupu-sepupu Imam Lapeo.
    Berikut ini upaya registrasi nama-nama anak cucu Kanne Kina. Namun sebelum menyimak daftar di bawah ini, perlu dipahami bahwa:
  1. Pemberian kode nomor registrasi ini hanyalah upaya untuk mengidentifikasi silsilah keturunannya karena bisa jadi terdapat beberapa nama yang sama tetapi berbeda generasi.
  2. Beberapa nama ditambahkan dengan nama lain yang ditebalkan, merupakan gelar panggilan keluarga atau pun nama account yang bersangkutan di situs jaringan sosial Facebook.
  3. Keturunan Kanne Kina dalam silsilah diberi kode IIIA dst.
Demikian posting ini disajikan dalam bentuk daftar kode locus. Masih banyak nama-nama locus yang kosong karena keterbatasan informasi. Bilamana pembaca memiliki informasi untuk menambahkan nama-nama tersebut, dapat menghubungi Silmi Nathar via email:  silmi.nathar@gmail.com.
Wassalam,

GENERASI PENDAHULU:
-> ABA TALHA, berputra:
->  ABDUL KARIM Bin Aba Talha, Kanne Buta, berputra:
I.        H. Muhammad bin Abdul Karim (Ayahanda Imam Lapeo)
II.      Kanne Paung (tidak ada kelanjutan)
III.    KANNE KINA

KETURUNAN KANNE KINA:
IIIA. Maria
IIIA-A1  Abbas
IIIA-A2  Hasan, Pua Baiduri
IIIA-A2-A1  Rahmiah
IIIA-A2-A2  Mambu
IIIA-A2-A3  D...rs.Abd.Waris
IIIA-A2-A4  St.Mahira
IIIA-A3  H.A. Hafid
IIIB. H. Muhammad
IIIB-A1  Ibere
IIIB-A2  Ridwan
IIIB-A2-A1  Kanani’
IIIB-A2-A1-A1  Hj.Siah
IIIB-A2-A1-A2  Hj.Najmiah
IIIC. Kamummu’
IIIC-A1  Kudi
IIIC-A1-A1  Abd.Wahid
IIIC-A2  H.Tanda
IIIC-A2-A1  Salwani
IIIC-A2-A2  Sitti Rahmah
IIIC-A3  Saoda
IIIC-A3-A1  H.Alwi
IIIC-A3-A2  H.Capi
IIIC-A3-A3  H.Tepu
IIIC-A3-A4  Najmah
IIIC-A3-A5  Arifin
IIIC-A3-A6  La’bi
IIIC-A4  Ringngang
IIIC-A5  Hj.Buka
IIIC-A5-A1  Hj.Fauzah
IIIC-A5-A2  H. Hatta
IIIC-A5-A3  Hj.Muti’ah
IIIC-A5-A4  Dra.Hj.Hasnah
IIIC-A5-A5  H.Saad
IIID. Ibasa
IIID-A1  Hj.Sa’adiah
IIID-A1-A1  Tajang
IIID-A1-A1-A1  Widyawati
IIID-A1-A1-A2  Yusran
IIID-A1-A1-A3  Aco
IIID-A1-A1-A4  ?
IIID-A2  Hj. Talija
IIID-A2-A1  Ibissing
IIID-A2-A1-A1  Subhan
IIID-A2-A2  Nurfia
IIID-A2-A2-A1 Drs.Ahmadi
IIID-A2-A2-A2  Drs.Muliadi
IIID-A2-A2-A3  ?
IIID-A3  Hj. Mursalam
IIID-A3-A1  Hj.Maesuri
IIID-A3-A2  Hj. Maesura
IIID-A3-A2-A1  St.Fahrah
IIID-A3-A2-A2  Sidrah
IIID-A3-A2-A3  Dahri, SH
IIID-A3-A2-A4  Dra.Wirda
IIID-A3-A2-A5  Raodah
IIID-A3-A2-A6  Muhammad
IIID-A3-A2-A7  Rahmah
IIID-A3-A2-A8  Musdalifah
IIID-A3-A3  H.Cinda
IIID-A3-A4  H.Mappaewa
IIID-A3-A4-A1  Dra.Nur’aeni
IIID-A3-A4-A2  Dra.Erni
IIID-A3-A4-A3  Muchlis
IIID-A3-A5 Drs.H.Aco Yamngonga
IIID-A3-A5-A1  Ansar Rizal
IIID-A3-A5-A2  Abu Sofyan
IIID-A3-A5-A3  Ali Sadli
IIID-A3-A5-A4  Nurjananah
IIID-A3-A5-A5  Nurlaela
IIID-A3-A5-A6  ?
IIID-A3-A6  Drs.H.Sulthan
IIID-A3-A7  Mappanganro
IIID-A3-A8  Hasliyah
IIID-A4  Kanna Bere
IIID-A5  H.Abd. Hamid
IIID-A5-A1  Hj.Rabiah
IIID-A5-A2  Hj.Buki
IIID-A5-A2-A1  Drs.Turja’uun
IIID-A5-A2-A2  Dahriana
IIID-A5-A3  Haddal
IIID-A5-A3-A1  M.Yursil
IIID-A5-A3-A2  Nurjaibah
IIID-A5-A4  Hj.Hudar
IIID-A5-A4-A1  Taslan
IIID-A5-A4-A2  H. Burhan
IIID-A5-A4-A3  Tasliyah
IIID-A5-A4-A4  M. Ya’la
IIID-A5-A5  Tabran
IIID-A5-A5-A1  Tarbiyati
IIID-A5-A5-A2  Samsumarlin

SILSILAH KELUARGA IMAM LAPEO (1 dari 2 posting)


PENDAHULUAN 
   Keluarga  Imam Lapeo berakar dari sebuah kampung tua yang sejak dulu menjadi tanah kelahiran tokoh-tokoh di Tana Mandar. Kampung itu bernama Pambusuang.  Seorang tokoh nasional yang pernah lahir di kampung ini adalah Almarhum Baharuddin Lopa (mantan Jaksa Agung RI). Pambusuang saat ini sudah menjadi kota kecamatan Pambusuang dalam wilayah Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Propinsi Sulawesi Barat.
     Ayahanda Imam Lapeo bernama H.Muhammad bin Abd.Karim bin Aba Talha. Ayahanda Imam Lapeo mempunyai dua saudara yakni yang dikenal dengan panggilan Kanne Paung dan Kanne Kina. Kanne Paung tidak memiliki keturunan sedangkan Kanne Kina kemudian mempunyai anak cucu yang berkembang di Pambusuang sebagai sepupu-sepupu Imam Lapeo.  Sedangkan ibunda Imam Lapeo bernama Siti Rajiah berasal dari keturunan hadat Tenggelang, sebuah wilayah yang saat ini berada di Kecamatan Campalagian Kab. Polman. Sebagaimana dalam silsilah keturunan yang paternalistik, silsilah keturunan Ibu kurang dikembangkan sehingga sampai saat ini belum ada yang mencoba menggambarkan sepupu-sepupu Imam lapeo dari garis Ibu.
     Dalam kehidupannya Imam Lapeo telah menikah sebanyak enam kali. Tiga dari perkawinan beliau tidak mendapatkan anak keturunan. Berikut ini upaya registrasi nama-nama anak cucu beliau yang disusun dalam 4 generasi. Namun sebelum menyimak daftar di bawah ini, perlu dipahami bahwa:
  1. Pemberian kode nomor registrasi ini hanyalah sebuah upaya untuk mengidentifikasi silsilah keturunan  karena bisa jadi terdapat beberapa nama yang sama namun berbeda generasi.
  2. Beberapa nama ditambahkan dengan nama lain yang merupakan gelar panggilan keluarga atau pun nama account yang bersangkutan di situs jaringan sosial Facebook.
  3. Imam Lapeo mempunyai tiga saudara perempuan lainnya sehingga kode Imam lapeo adalah IA sedangkan saudara perempuannya dengan kode IB, IC dan ID
  4. Imam Lapeo juga mempunyai sepupu dari keturunan Kanne Kina, yang dalam silsilah diberi kode IIIA dst. Namun, dalam kesempatan ini diposting tersendiri dengan judul "Pambusuang Family".
  5. Karena hanya tiga dari perkawinan Imam Lapeo yang memperoleh keturunan, maka pemberian kode abjad hanyalah pada perkawinan sebagai berikut:
a.       Perkawinan dengan St. Rugayyah diberi kode A, sehingga kode anak IA-A1 dst dan cucu IA-A1-A1 dst.
b.       Perkawinan dengan St. Halifah tidak mendapatkan keturunan
c.        Perkawinan dengan St. Hadijah diberi kode B sehingga kode anak IA-B1 dst dan cucu IA-B1-A1 dst.
d.       Perkawinan dengan St. Attariah tidak mendapatkan keturunan
e.        Perkawinan dengan Syarifah Hidah tidak mendapatkan keturunan
f.        Perkawinan dengan St. Amirah diberi kode C sehingga kode anak IA-C1 dst dan cucu IA-C1-A1 dst.

Demikian posting ini disajikan dalam bentuk daftar kode locus. Masih banyak nama-nama locus yang kosong karena keterbatasan informasi. Bilamana pembaca memiliki informasi untuk menambahkan nama-nama tersebut, dapat menghubungi Silmi Nathar via email:  silmi.nathar@gmail.com.
Wassalam,

FAMILY LOCUS REGISTRATION (recapitulation G1-G5)
GENERASI PENDAHULU:
->   ABA TALHA, berputra:
=>  ABDUL KARIM Bin Aba Talha, Kanne Buta, berputra:
I.        H.Muhammad bin Abdul Karim
II.      Kanne Paung (tidak ada kelanjutan)
III.    Kanne Kina

KETURUNAN H.MUHAMMAD :
IA.  H. Muhammad Thahir bin H.Muhammad, Imam Lapeo
IA-A1  St. Fatimah binti H.Muhammad Thahir
IA-A2  St. Hidayah binti H. Mu...hammad Thahir
IA-A3  M. Yasin bin H.Muhammad Thahir
IA-A4  Abd.Hamid bin H. Muhammad Thahir
IA-A5  KH.Muhsin bin H. Muhammad Thahir, Abi Polewali
IA-A5-A1  Hj. Nurlina, Umm Pisa
IA-A5-A1-A1  Hj.St.Nafisah
IA-A5-A1-B1  Muh. Saihu
IA-A5-A1-B1-A1 ?
IA-A5-A1-B1-A2 ?
IA-A5-A1-B1-A3 ?
IA-A5-A1-B2  Nuramilan, SAg
IA-A5-A1-B2-A1 ?
IA-A5-A1-B2-A2 ?
IA-A5-A1-B3  Hayatunnufus, SAg
IA-A5-A1-B3-A1 ?
IA-A5-A1-B3-A2 ?
IA-A5-A1-B4  Dalilul Falihin, SAg, Papa Jihad
IA-A5-A1-B4-A1 Muhammad Jihad
IA-A5-A1-B4-A2 ?
IA-A5-A1-B5  Chairil Anwar, SAg
IA-A5-A2  H.Bayanuddin, Buya
IA-A5-A2-A1  Muh.Tahir, Aco
IA-A5-A2-A1-A1 ?
IA-A5-A2-A1-A2 ?
IA-A5-A2-A1-A3 ?
IA-A5-A2-A2  Iqbal
IA-A5-A2-A2-A1 ?
IA-A5-A2-A2-A2 ?
IA-A5-A2-A3  Idham
IA-A5-A2-A3-A1 ?
IA-A5-A2-A3-A2 ?
IA-A5-A2-A3-A3 ?
IA-A5-A2-A3-A4 ?
IA-A5-A2-A3-A5 ?
IA-A5-A2-A4  Irdan
IA-A5-A2-A4-A1 ?
IA-A5-A2-A4-A2 ?
IA-A5-A2-A5  Nilda
IA-A5-A2-A6  Rosyadi
IA-A5-A2-A6-A1 ?
IA-A5-A2-A7  Cibong
IA-A5-A2-A8 Mujaddid
IA-A5-A2-A8-A1 ?
IA-A5-A3  Drs.Syarifuddin, Imam Masjid Nuruttaubah Lapeo
IA-A5-A3-A1  M.Subhan
IA-A5-A3-A2  Nurfaizah
IA-A5-A3-A2-A1 Ariniy Mufliha
IA-A5-A3-A2-A2 Abd. Rahman
IA-A5-A3-A2-A3 Muh. Ridwan
IA-A5-A3-A3  Nabhan
IA-A5-A3-A4  Nurmawala, Mawwala Lapeo
IA-A5-A3-A5  Fakhita
IA-A5-A4  Muh. Izzaddin
IA-A5-A4-A1  Tanzil
IA-A5-A4-A1-A1 ?
IA-A5-A4-A1-A2 ?
IA-A5-A4-A2  Rugayana
IA-A5-A4-A2-A1 ?
IA-A5-A4-A2-A2 ?
IA-A5-A4-A3  Rimadani
IA-A5-A4-A3-A1 ?
IA-A5-A4-A3-A2 ?
IA-A5-A4-A4  Faika
IA-A5-A4-A5  Isa
IA-A5-A5  Bahira Ulfah  menikah dengan  IA-B1-A3  Djalaluddin
IA-A5-A6  Sitti Mulhiyah Muchsin Thahir
IA-A5-A6-A1 ?
IA-A5-A6-A2 ?
IA-A5-A6-A3 ?
IA-A5-A7   Syamsul Mudir Muchsin Thahir
IA-A5-A7-A1  Mudawiranti
IA-A5-A7-A1-A1 ?
IA-A5-A7-A1-A2 ?
IA-A5-A7-A1-A3 ?
IA-A5-A7-A2  Karina
IA-A5-A7-A2-A1 ?
IA-A5-A7-A2-A2 ?
IA-A5-A7-A3  Ahmad Salam
IA-A5-A7-A4  Muthahir
IA-A5-A7-A5 Mukhlas Adi Putra
IA-A5-A7-A6 Mudrika Maesuri
IA-A5-A8 Hijranah Muchsin Thahir
IA-A5-A8-A1 Dayang Thahir
IA-A5-A8-A1-A1  Nadia
IA-A5-A8-A1-A2 Alwan
IA-A5-A8-A1-A3 Aira
IA-A5-A8-A2 Muhammad Tammat,Mamat Makappa
AI-A5-A8-A3 Wahida Mandawari
AI-A5-A8-A3-A1 Naqiah Ameenah Lukman
AI-A5-A8-A4 M.Natsir,Noneng Mandawari
AI-A5-A8-A5 Amalia
AI-A5-A8-A6 Maghfirah
AI-A5-A8-A7 Gamal Zulvikar
IA-A5-A9  Drs.H.M.Abd.Kuddus,M.Si (Almarhum)
IA-A5-A9-A1  Fuad Athari
IA-A5-A9-A2  Nurul Ihsaniati
IA-A5-A9-A3  Aan Quraishi
IA-A5-A9-A4  Muhammad Naufal
IA-A5-A10      Mughni Muchsin Thahir
IA-A5-A10-A1 Nadia Urfah
IA-A5-A10-A2 ?
IA-A5-A10-A3 ?
IA-A5-A10-A4 ?
IA-A5-A11      Ridwan Muchsin Thahir
IA-A5-A11-A1 Mika Irawati
IA-A5-A11-A2 Irtadha'
IA-A5-A11-A3 Cucu Muhsinin,Ucu Shunrei
IA-A5-A11-A4 Fahri
IA-A5-A12  Badruzzaman Muchsin Thahir (Almarhum)
IA-A5-A12-A1  Azmina
IA-A5-A11-A2 Syarkiyah
IA-A5-A11-A3 Abu Yazid
IA-A5-A12 Dra.Badlianah Muchsin Thahir
IA-A5-A13 Mukhtaram Muchsin Thahir
IA-A5-A13-A1  Mahbub
IA-A5-A13-A2 Izhiq Kholizah
IA-A5-A13-A3 Azza Mumtaza
IA-A5-A13-A4 Malika Afnan
IA-A5-A13-A5 Mahyub
IA-A5-A14 Muhiddin Muchsin Thahir
IA-A5-A14-A1  Afiifah
IA-A5-A14-A2  Uzlifatul Jannah
IA-A5-A14-A3  ?
IA-A5-A15 Khaeriati Muchsin Thahir
IA-A5-A15-A1  Andi Isnada
IA-A5-A16 Husnul Khatimah
IA-A5-A17 Mujtahidah Muchsin Thahir,Emji Muchsin Thahir
IA-A5-A17-A1 Ariq Saifullah
IA-A5-A17-A2 Ronaa de Witri
IA-A5-A17-A3 Nasywa
IA-A6  Hj. St. Aisyah binti H. Muhammad Thahir, Ummi Isa
IA-A7  Hj. St. Muhsanah binti H.Muhammad Thahir, Ummi Sana
IA-A7-A1  Hj. Mujarrabah
IA-A7-A1 –A1  Ardaniyah, Dani Maher
IA-A7-A1 –A2  Diana
IA-A7-A1 –A3  Aryf
IA-A7-A1 –A4  Multazam
IA-A7-A1 –A5  Arjal
IA-A7-A1 –A6  ?
IA-A7-A1 –A7  ?
IA-A7-A1 –A8  Amri
IA-A7-A2  Hj. Maulidiah
IA-A7-A2 –A1  St. Nur Aliah, Lia Aliyah
IA-A7-A2 –A2  St Fadhliyani (almarhum)
IA-A7-A2 –A3  Nur Saidah
IA-A7-A2 –A4  Zuhriah, Zuhriyah Yaya
IA-A7-A2 –A5 Arfah, Aco Maneanna
IA-A7-A2-A5   Nur Imaniah
IA-A7-A3  Ir. Alimuddin
IA-A7-A3 –A1 Chaerul Umam
IA-A7-A4  Drs.Bunyamin, Aba Miqa
IA-A7-A4 –A1  Amiqah, MiKung AmiQah Pribumi
IA-A7-A4–A2  Hilmi, Kaco Immiy
IA-A7-A5  Dra. Syukranah
IA-A7-A5 –A1 Zulfianah
IA-A7-A5-A2  Abrar
IA-A7-A5 –A2  Hanif, Apo’Afdal Hanif
IA-A7-A5 –A3  ?
IA-A7-A5 –A4   ?
IA-A8  Hj. St. Marhumah binti H.Muhammad Thahir, Ummi Kuma
IA-B1  KH.Nadjmuddin bin H.Muhammad Thahir, Aba Soppeng
IA-B1-A1  Hj. Ni’mah, Ummi Mindang
IA-B1-A2  Hj Hikmah, Ummi Bahja
IA-B1-A3  Djalaluddin, Abi Ati
IA-B1-A2 -A1  Thahiriyati, Mami Ian
IA-B1-A2 -A1-A1 Ian Syamel Akbar Baezleyev
IA-B1-A2 -A1-A2 Aldjie Khatum Agha
IA-B1-A2 -A1-A3 Noora Azizah Sabrina
IA-B1-A2 –A2 Emmi  Muta’ammidan, Uwa`na Akil
IA-B1-A2 –A2-A1 Ahmad Awakil
IA-B1-A2 –A2-A2 Aco Fadhil
IA-B1-A2 –A3  Bahja Djamaluddin
IA-B1-A2 –A4  Muntaqiana Djamal
IA-B1-A2 –A5  Abdul Karim Namli, Papa` Aal
IA-B1-A2 -A5-A1 Althof Mukarramul Gaffar
IA-B1-A2 –A6  Ayu Azhariyah
IA-B1-A2 –A7  Kiki Zakiyah
IA-B1-A2-A7-A1 Syauqiyah Nazhira Mufidah
IA-B1-A4  Drs.H.M. Tsabit, Aba Awin
IA-B1-A4 –A1  Awinullah Tsabit
IA-B1-A4 –A2  Ulfah Mahfudah
IA-B1-A4 –A3  Zulfan Jauhary
IA-B1-A4 –A4  Yulia Nurillah
IA-B1-A4 –A5  Dina Izzati
IA-B1-B1  Hj. Nahdhah, Ummi Aaq
IA-B1-B1-A1  Qashdul Haq
IA-B1-B2  Dra.Warfah,  Ummi A’yun
IA-B1-B3  Dra.St.Majdah, Ummi Cala
IA-B1-B3-A1  Zahrah
IA-B1-B3-A2  Hasruni
IA-B1-B3-A3  Qurrata A’eyun
IA-B1-B3-A4  Abd.Muiz
IA-B1-B3-A5  Fillah
IA-B1-B3-A6  Nasrun
IA-B1-B4  Dra.Hj.St.Dirayah, Ummi Firah
IA-B1-B4-A1  Magfirah
IA-B1-B4-A2  Muslih
IA-B1-B4-A3  Miftah
IA-B1-B5  Silmi Nathar, Aba Mimi
IA-B1-B5-A1  Romi Siraj
IA-B1-B5-A2  Rois Shiddiq
IA-B1-B5-A3  Rihan Sahirah
IA-B1-C1  Drs.Muchlis, Aba Ika
IA-B1-C1-A1  Nasikah
IA-B1-C1-A2  Munkiz
IA-B1-C1-A3  Dina
IA-B1-C2  Hj.St.Najmah, Ummi Nail
IA-B1-C2-A1  Muhammad Nail Authar
IA-B1-C2-A2  Muhammad Musta’in Muhclis, Ieno Bojez
IA-B1-C2-A3  Muhammad Muhtadin, Utta KrossLet
IA-B1-C2-A4  Nur Fadhilah
IA-B1-C2-A5  Muhammad Zaki Thahiry
IA-B1-C3  Hj.St.Sidrah, Ummi Uppa
IA-B1-C3-A1  Luthfah Djabrud
IA-B1-C3-A2  M. Sahli Djabrud, Zhaqhie Yzt
IA-B1-C3-A3  Kasful Maram
IA-B1-C3-A4  Muhaimin Zadzali Thahiry Djabrud
IA-B1-C4  Dra.St.Washliyah, Ummi Chia
IA-B1-C5  Drs.M.Zuhri, Aba Chuli
IA-B1-C5-A1  Muhammad Hilmi Thahiry
IA-B1-C5-A2  Muhammad Abrar Thahiry
IA-B1-C5-A3  Indah
IA-B2  St. Maemunah binti H.Muhammad Thahir
IA-B3  St. Syamsiah binti H. Muhammad Thahir
IA-C1  H.Abdul Muththalib bin H.Muhammad Thahir, Aba Kali/Aba Palu
IA-C1-A1  Syarkiyah
IA-C1-A1-A1  Anna
IA-C1-A1-A2  Aso
IA-C1-A1-A3  ?
IA-C1-A2  Dra.Nur’aiman
IA-C1-A2-A1 ?
IA-C1-A3  Dra.Mahdaliyah
IA-C1-A3-A1 Ririn Sabrina
IA-C1-A4  Drs.M.Anshar
IA-C1-A4-A1 ?
IA-C1-A4-A2 ?
IA-C1-A5  Drs.M.Nizar
IA-C1-A5-A1 ?
IA-C1-A5-A2 ?
IA-C2  St. Sabahannur binti H.Muhammad Thahir
IA-C3  Hj. St. Asiah binti H. Muhammad Thahir
IA-C4  Dra.Hj.St. Aminah binti H.Muhammad Tahir, Ummi Mina
IB.  Hj. St. Rahmah binti H.Muhammad
IC.  Hj. St. Arasy binti H.Muhammad
ID.  St. Tsamaniah binti H. Muhammad
ID-A1  Hj.Ruwaidah
ID-A2  St.Maemunah, Kaba’
ID-A3  H.Abdul Hadi, Aba Hadi
ID-A3-A1  H.Hizan
ID-A3-A2  Hj.Mardawiyah
ID-A3-A2 –A1  Abdul Latif
ID-A3-A2 –A2  ?
ID-A3-A2 –A3  ?
ID-A3-A3  Hj.Hadrah
bersambung ke Keturunan Kanne Kina. Lihat Silsilah Keluarga Imam Lapeo (2 dari 2) “PAMBUSUANG FAMILY”.

Kamis, 17 Maret 2011

BIOGRAFI (2) IMAM LAPEO KEDUA & KEEMPAT

foto A'ba Soppeng di usia Pensiun (sekitar tahun 1997)
KH. Nadjmuddin Thahir  
Imam Masjid Lapeo ke-2 dan ke-4 
Beliau adalah salah seorang putra Imam Lapeo H. Muhammad Thahir.
Tahun kelahiran tidak diketahui secara pasti. Ada yang menyatakan lahir tahun 1910, namun yang tercantum dalam ijazah adalah tahun 1919.  Beliau wafat pada tgl.15 April 1999 jam 06.00 WITA di RSU Polewali dan dikebumikan pada sore harinya di kompleks Masjid Nurut Taubah Lapeo tepat di sisi makam Ayahandanya yang telah menjadi Makam Cagar Budaya.   Imam Masjid Lapeo ke-2 dan ke-4 ini pada waktu itu meninggalkan 2 isteri dan seorang mantan isteri, 14 anak dan 37 cucu.
Dalam berbagai kesempatan semasa hidup beliau sering menuturkan kisah-kisah menyangkut kehidupan Imam Lapeo kepada anggota keluarganya dalam versi yang menurut beliau terjaga orisinalitasnya. Namun agak berbeda dengan putra-putri Imam Lapeo yang lain, Almarhum menghindar untuk menceritakan kisah tentang Imam Lapeo yang tidak memenuhi salah satu kriteria berikut ini: 
  1. Kisah yang dituturkannya melibatkan langsung dirinya sebagai salah seorang pelaku dalam kisah tersebut.
  2. Bilamana kisah tersebut terjadi pada masa dimana beliau belum lahir atau ketika peristiwa berlangsung beliau tidak berada di tempat itu, maka kisah yang disampaikannya adalah harus merupakan penuturan langsung dari Almarhum Imam Lapeo (ayahanda beliau) dan didengarkan langsung oleh beliau di tempat kisah tersebut disampaikan.
Oleh sebab itu, kisah yang dituturkan beliau lebih sedikit dan agak berbeda bila dibandingkan cerita tentang Imam Lapeo dari versi umum yang selama ini telah beredar. Namun, sebagaimana kisah Imam Lapeo yang lain, hampir belum pernah ada anak keturunan almarhum yang merilis kisah tersebut secara tertulis, dan hampir tidak pernah lagi diteruskan ke cucu-cucu beliau.
KH. Nadjmuddin  Thahir  bergelar  Innangguru Unding.  Beliau menjadi Imam Masjid Nuruttaubah Lapeo sebenarnya dalam dua periode.  Periode pertama  adalah sejak Almarhum H.Muhammad Tahir wafat pada tahun 1951. Dan periode kedua adalah setelah beliau pensiun dari PNS dan Imam penggantinya di periode pertama meninggal dunia.
Sekitar  tahun 60-an  beliau terangkat jadi Hakim Agama Islam (PNS)  di Kantor Pengadilan Agama Kab. Majene  sehingga  pada masa itu  bersama keluarga berdomisili di Majene.  Sebagai pengganti, Masjid  Nurut Taubah Lapeo kemudian diimami oleh H.M.Hanafi (mohon disunting bila penulisan nama  keliru).   
Antara tahun 1968-1969 beliau mutasi promosi menjadi  Ketua Pengadilan Agama Kab. Soppeng dan berdomisili di Watang Soppeng.  Inilah sebabnya Innangguru Unding juga dikenal dengan gelar  A’ba Soppeng  di kalangan keluarga. Dalam masa tugas di daerah  inilah putra bungsu beliau, Silmi Nathar (A'ba Mimi) dilahirkan.
Tahun 1979, beliau pensiun dan kemudian menjalani masa pensiunnya kembali ke kampung halaman di Kec. Campalagian, yang saat ini wilayah Kab.Polman. Bersama keluarga menempati rumah yang dibangun di atas tanah warisan ibunya di Desa Pappang yang berbatasan dengan Desa Lapeo.  Karena jarak rumah dan Masjid Nurut Taubah di Lapeo sekitar 1 Km, maka dalam keseharian beliau hanya sempat shalat jamaah Subuh dan Shalat Jum’at di Lapeo.
Tahun 1986, Imam Masjid Nurut Taubah Lapeo -yang menggantikan beliau sewaktu mutasi ke Majene- meninggal dunia. Beliau kemudian diangkat kembali menjadi Imam Masjid Lapeo pada periode kedua, hingga kemudian wafat pada tgl. 15 April 1999.
Berikut nama-nama Putra-putri Beliau  (generasi ketiga Lapeo) diurut dari yang berusia lebih tua:
  1. Hj. Ni’mah
  2. M. Djamaluddin
  3. Hj. Hikmah (almarhumah)
  4. H. M. Tsabit
  5. Hj. Nahdhah
  6. H. Muchlis
  7. Sitti Warfah
  8. Hj. Sitti Nadjmah
  9. Sitti Madjdah
  10. Sitti Sidrah
  11. Sitti Washliyah
  12. M. Zuhri
  13. Sitti Dirayah
  14. Silmi Nathar
(Lapeo Care, Nopember 2010)

BIOGRAFI (1) IMAM LAPEO TUA

BIOGRAFI SINGKAT  IMAM LAPEO
H. MUHAMMAD THAHIR
catatan H.Aisyah Thahir
H. Muhammad Thahir bin Muhammad  bin H. Abd.Karim bin Abatalahi lahir di Pambusuang (sekarang wilayah Kab. Polman, Prop.Sulawesi Barat)  pada tahun 1848. Ibunda beliau bernama  Sitti Rajiah. Hanya memiliki 3 orang saudara perempuan yakni: H.Sitti Arasy, H.Sitti Rahmah dan Sitti Tsamaniah. Nenek beliau bernama Sitti Saidah, wafat dan dikebumikan di Jampue, Kab. Pinrang, Prop. Sulawesi  Selatan.
Semasa kecil, H. Muhammad Thahir bernama Junaihinnamli.  Pada usia 20 tahun, beliau mulai berusaha ke tanah suci Makkah. Berikut ini kisah mula pertama kepergian beliau ke Makkah.
Ketika dalam masa persiapan keberangkatan, nenek beliau meninggal dunia di Jampue. Berita duka ini kemudian diketahui oleh Tuan Kadi Jampue yang kala itu dijabat Asy-Syekh  Ali  Effendi.  Syekh Ali selanjutnya menyampaikan berita ini  kepada Datu Jampue yang kala itu dijabat oleh seorang perempuan bernama Datu Darawisa.
Datu Darawisa meminta Junaihinnamli untuk menemuinya. Diantar  oleh Syekh Ali, beliau segera menghadap Datu. Pertemuan ini menimbulkan rasa simpati Datu dan sehubungan dengan upaya keberangkatan Junaihinnamli  ke Makkah, dia berkata,
“ Anak muda, bersabarlah. Uang bekalmu ke tanah suci tidak usah kamu belanjakan. Biarlah kami yang menanggung biaya pemakaman ini”.
Datu lalu memerintahkan Kadi Jampue membuat sebuah usungan jenazah  berukuran besar yang terbuat dari bahan bambu. Hal ini sebagai tanda penghormatan terakhir kepada seseorang yang dianggap dari keturunan terhormat.
Usai penyelenggaraan pemakaman sang nenek, Junaihinnamli  kemudian mulai melakukan perjalanan ke tanah suci.
Ada beberapa kisah perjalanan Junahinnamli semasa menuju ke Makkah  dan menuntut ilmu di sana. Misalnya, ketika dalam perjalanan dari Makkah ke Medinah, kafilah beliau dihadang oleh orang-orang Arab jahil yang bermaksud merampas harta dan makanan kafilah. 
Sebelum perjalanan itu beliau bertemu seorang sahabat yakni H. Ahmad Abdullah Syamsani Puanna Saleng.  Lalu mereka bergabung dalam kafilah bersama beberapa jamaah haji dari Madura.  Bersama merekalah Junaihinnamli bersatu menghadapi penghadangan gerombolan Arab jahil tadi.
Dalam peristiwa ini Junaihinnamli sering terlihat bersikap aneh yang membuat lawan-lawannya tercengang.  Seperti ketika sedang bertempur, beliau memegang senjata secara terbalik yakni memegang di ujung tajamnya.  Ketika menggunakan lembing, beliau juga justru mengarahkan pangkal lembing yang tumpul kea rah musuh. Hal ini menimbulkan kesan kepada lawan, bahwa beliau sebenarnya bukanlah seorang yang bermaksud menganiaya sesamanya. Walhasil, pertempuran diakhiri dengan perdamaian kedua belah pihak.
Sepulang dari Tanah Suci Makkah, pemuda Junaihinnamli mendirikan kelompok pengajian di Pambusuang. Konon kelompok pengajian tersebut membahas kajian-kajian: Tauhid, Tajwid, Fiqhi, Awamilan, Nahwusyaraf, dan Hifzul Qur’an. Tersebutlah H.Abd. Salam Noh sebagai pengajar Tajwid, H.Nuhung mengajar Fiqhi, H.Sahabuddin mengajar Nahwu, Ilmu Tafsir Jalalain dan Awamilan diajarkan oleh H.Yasin, dan beliau sendiri mengajarkan Ilmu Tauhid.
Dalam masa itu Beliau  bersama  sahabat-sahabatnya gemar menambah ilmu dengan berguru ke Ulama-ulama besar yang kala itu lebih banyak tersebar di tanah-tanah Bugis. Beliau juga masih sering kembali ke Pare-pare dan Jampue untuk memperdalam kitab-kitab hokum.  Bahkan selama tujuh tahun Junahinnamli pergi dan pulang ke Padang Panjang, Bukit Tinggi, Singapura dan daerah lainnya.
Pada masa lain di Pambusuang, suatu ketika Junaihinnamli  berguru kepada seorang ulama keturunan Yaman yakni Asy-Syaiyid Alwi Jamalullail bin Sahil.  Sang guru pada waktu itu dikenal  gemar berkhalwat untuk mencari ilham di makam-makam orang-orang shaleh di daerah Mandar, seperti  di Mosso dan di Pambusuang.  Ulama yang menjadi guru besarnya inilah yang mengganti nama beliau menjadi H.Muhammad Thahir.
Pada masa itu, masyarakat umumnya masih memegang kepercayaan animisme dan kebiasaan menyembah berhala serta menyediakan makanan sesajen di atas loteng rumah mereka.  Junaihinnamli yang sekarang bernama H.Muhammad Thahir bersama guru besarnya  mulai berkeliling ke berbagai daerah berdakwah sampai ke wilayah pegunungan, seperti Buttu Talolo, Buttu Napo, Buttu Laliko dan sekitarnya. Dakwah beliau dalam rangka mengajarkan Tauhid kepada masyarakat luas.
(ditulis ulang oleh Silmi Nathar)