Kamis, 17 Maret 2011

BIOGRAFI (1) IMAM LAPEO TUA

BIOGRAFI SINGKAT  IMAM LAPEO
H. MUHAMMAD THAHIR
catatan H.Aisyah Thahir
H. Muhammad Thahir bin Muhammad  bin H. Abd.Karim bin Abatalahi lahir di Pambusuang (sekarang wilayah Kab. Polman, Prop.Sulawesi Barat)  pada tahun 1848. Ibunda beliau bernama  Sitti Rajiah. Hanya memiliki 3 orang saudara perempuan yakni: H.Sitti Arasy, H.Sitti Rahmah dan Sitti Tsamaniah. Nenek beliau bernama Sitti Saidah, wafat dan dikebumikan di Jampue, Kab. Pinrang, Prop. Sulawesi  Selatan.
Semasa kecil, H. Muhammad Thahir bernama Junaihinnamli.  Pada usia 20 tahun, beliau mulai berusaha ke tanah suci Makkah. Berikut ini kisah mula pertama kepergian beliau ke Makkah.
Ketika dalam masa persiapan keberangkatan, nenek beliau meninggal dunia di Jampue. Berita duka ini kemudian diketahui oleh Tuan Kadi Jampue yang kala itu dijabat Asy-Syekh  Ali  Effendi.  Syekh Ali selanjutnya menyampaikan berita ini  kepada Datu Jampue yang kala itu dijabat oleh seorang perempuan bernama Datu Darawisa.
Datu Darawisa meminta Junaihinnamli untuk menemuinya. Diantar  oleh Syekh Ali, beliau segera menghadap Datu. Pertemuan ini menimbulkan rasa simpati Datu dan sehubungan dengan upaya keberangkatan Junaihinnamli  ke Makkah, dia berkata,
“ Anak muda, bersabarlah. Uang bekalmu ke tanah suci tidak usah kamu belanjakan. Biarlah kami yang menanggung biaya pemakaman ini”.
Datu lalu memerintahkan Kadi Jampue membuat sebuah usungan jenazah  berukuran besar yang terbuat dari bahan bambu. Hal ini sebagai tanda penghormatan terakhir kepada seseorang yang dianggap dari keturunan terhormat.
Usai penyelenggaraan pemakaman sang nenek, Junaihinnamli  kemudian mulai melakukan perjalanan ke tanah suci.
Ada beberapa kisah perjalanan Junahinnamli semasa menuju ke Makkah  dan menuntut ilmu di sana. Misalnya, ketika dalam perjalanan dari Makkah ke Medinah, kafilah beliau dihadang oleh orang-orang Arab jahil yang bermaksud merampas harta dan makanan kafilah. 
Sebelum perjalanan itu beliau bertemu seorang sahabat yakni H. Ahmad Abdullah Syamsani Puanna Saleng.  Lalu mereka bergabung dalam kafilah bersama beberapa jamaah haji dari Madura.  Bersama merekalah Junaihinnamli bersatu menghadapi penghadangan gerombolan Arab jahil tadi.
Dalam peristiwa ini Junaihinnamli sering terlihat bersikap aneh yang membuat lawan-lawannya tercengang.  Seperti ketika sedang bertempur, beliau memegang senjata secara terbalik yakni memegang di ujung tajamnya.  Ketika menggunakan lembing, beliau juga justru mengarahkan pangkal lembing yang tumpul kea rah musuh. Hal ini menimbulkan kesan kepada lawan, bahwa beliau sebenarnya bukanlah seorang yang bermaksud menganiaya sesamanya. Walhasil, pertempuran diakhiri dengan perdamaian kedua belah pihak.
Sepulang dari Tanah Suci Makkah, pemuda Junaihinnamli mendirikan kelompok pengajian di Pambusuang. Konon kelompok pengajian tersebut membahas kajian-kajian: Tauhid, Tajwid, Fiqhi, Awamilan, Nahwusyaraf, dan Hifzul Qur’an. Tersebutlah H.Abd. Salam Noh sebagai pengajar Tajwid, H.Nuhung mengajar Fiqhi, H.Sahabuddin mengajar Nahwu, Ilmu Tafsir Jalalain dan Awamilan diajarkan oleh H.Yasin, dan beliau sendiri mengajarkan Ilmu Tauhid.
Dalam masa itu Beliau  bersama  sahabat-sahabatnya gemar menambah ilmu dengan berguru ke Ulama-ulama besar yang kala itu lebih banyak tersebar di tanah-tanah Bugis. Beliau juga masih sering kembali ke Pare-pare dan Jampue untuk memperdalam kitab-kitab hokum.  Bahkan selama tujuh tahun Junahinnamli pergi dan pulang ke Padang Panjang, Bukit Tinggi, Singapura dan daerah lainnya.
Pada masa lain di Pambusuang, suatu ketika Junaihinnamli  berguru kepada seorang ulama keturunan Yaman yakni Asy-Syaiyid Alwi Jamalullail bin Sahil.  Sang guru pada waktu itu dikenal  gemar berkhalwat untuk mencari ilham di makam-makam orang-orang shaleh di daerah Mandar, seperti  di Mosso dan di Pambusuang.  Ulama yang menjadi guru besarnya inilah yang mengganti nama beliau menjadi H.Muhammad Thahir.
Pada masa itu, masyarakat umumnya masih memegang kepercayaan animisme dan kebiasaan menyembah berhala serta menyediakan makanan sesajen di atas loteng rumah mereka.  Junaihinnamli yang sekarang bernama H.Muhammad Thahir bersama guru besarnya  mulai berkeliling ke berbagai daerah berdakwah sampai ke wilayah pegunungan, seperti Buttu Talolo, Buttu Napo, Buttu Laliko dan sekitarnya. Dakwah beliau dalam rangka mengajarkan Tauhid kepada masyarakat luas.
(ditulis ulang oleh Silmi Nathar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar