Minggu, 20 Maret 2011

BORE NYARA RAMPU, BANYA DOA NIPPON MENANG HAIK ! (Imam Lapeo, the true story 1)


Pendahuluan
Turut Berduka dengan GEMPA & TSUNAMI di Jepang sebagai salah satu tragedi kemanusiaan terbesar di bumi ini. Apalagi mungkin juga ada SUMINAH dkk TKI lainnya yg juga menjadi korban di sana. Kita hanya bisa BERDO'A untuk keselamatan sekian ratus juta penduduk Bumi lainnya agar terhindar dari dampak bocornya reaktor Nuklir di sana. Ngomong2 tentang Do'a dan JEPANG.... berikut ini kisah singkat dan unik antara Imam Lapeo & Tentara Jepang.
Prolog
Lokasi di mana bangunan sekolah  SMA Neg.1 Campalagian berdiri konon dulu adalah salah satu lokasi camp tentara Jepang untuk wilayah pesisir AFDELING MANDAR.  Mungkin di sana masih ada beberapa sisa-sisa bangunan sebagai bukti keberadaan tentara Jepang di Lapeo.
Dalam interaksi dengan masyarakat Lapeo, tentara Jepang menorehkan beberapa kisah yang tidak jauh berbeda dengan kisah sedih penjajahan orang2  jahat dari negeri  Samurai yang negerinya baru-baru saja dilanda TSUNAMI ini. Namun ada kisah menarik dan memberikan kesan tersendiri akan keberadaan Imam Lapeo di tengah masyarakat Mandar.  Seperti  true story berikut ini yang dikutip dari kisah lisan Alm. KH.Nadjmuddin Thahir kepada anak-cucunya.

BANYA’  DOA, NIPPON MENANG NE !
Sebagaimana yang terjadi  di tanah Nusantara lain yang tengah dikuasai tentara Jepang, masyarakat jajahan dilarang menyalakan api atau lampu di malam hari. Larangan ini tentu saja berkaitan dengan ancaman serangan pesawat pembom milik Sekutu yang bagi masyarakat Sulawesi  kala itu terkenal dengan nama “LA BOLONG”.
Namun aneh sekali, larangan tersebut seakan tidak berlaku bagi Masjid Lapeo.  Di Masjid ini masyarakat Lapeo dapat dengan tenang melaksanakan ibadah shalat secara berjamaah dengan dan tidak perlu ‘bergelap-ria’. Bahkan pada setiap pelaksanaan ibadah, mereka justru dikawal oleh beberapa tentara Jepang yang berjaga-jaga di sekitar Masjid.  Yang luar biasa, menjelang waktu shalat Subuh, beberapa tentara justru ikut membangunkan penghuni rumah agar segera bersiap menuju ke Masjid Lapeo untuk shalat berjamaah.
Bagaimana hal ini bisa terjadi?  Pastilah ada latar belakang  yang menyebabkan kondisi ini bisa berlangsung khusus di Lapeo. Dan ternyata memang ada suatu peristiwa penting yang mendahului situasi yang luar biasa ini.
Suatu hari, tergopoh-gopoh seorang komandan tentara Jepang menemui Imam Lapeo di rumah panggungnya. Dia meminta agar Imam Lapeo segera dapat melakukan sesuatu agar sekelompok kecil pasukannya dapat kembali lagi ke markasnya, ….???  Permintaan ini pasti akan membingungkan bila saja Sang Komandan tidak segera menceritakan alas an permintaannya. Rupanya sudah menjelang sepekan lamanya beberapa anak buahnya hilang !
Sebenarnya rombongan kecil  tentara  Jepang yang dinyatakan hilang oleh komandannya itu sedang dalam status pamit berburu ke hutan.  Namun sudah seminggu mereka belum juga pulang  bahkan tidak ada kabar sama sekali. Sang Komandan sudah mengirimkan beberapa orang untuk mencari tetapi  tidak dapat menemukan jejak petunjuk apapun.  Di tengah keputusasaan mereka, seorang warga membisikkan bahwa mungkin Imam Lapeo dapat membantu memberikan informasi mengenai anak buahnya yang hilang itu. Tentu saja dengan sedikit bumbu cerita bahwa Imam Besar kita ini memang adalah seorang tokoh yang ‘keramat’.  Demikianlah, Sang Komandan pun iseng datang berkunjung ke ‘boyakkayyang’.
Bagaimana reaksi Imam Lapeo? Dengan tenang beliau kemudian mengajak semua yang hadir untuk mengangkat tangan dan mulai memimpin do’a agar orang-orang yang hilang itu mendapatkan petunjuk dari Allah agar bisa pulang kembali ke Lapeo.  Lalu kembalilah komandan  Jepang itu ke markasnya.
Pada malam harinya entah apa yang dipikirkan sang komandan. Pastilah kekawatirannya  semakin bertambah. Bayangan pencopotan jabatan ataupun hukuman yang lebih berat mungkin mulai muncul satu per satu menghantuinya. Hingga pagi mungkin juga dia merancang kembali persiapan sebuah pasukan untuk melakukan pencarian kesekian kalinya. Yang jelas, tentu malam hari itu sang komandan tidak dapat tidur dengan nyenyak.
Tetapi kegelisahannya pada malam hari itu segera terbayar dengan kelegaan pada keesokan harinya ketika sekelompok orang muncul dari arah hutan dengan muka letih serta badan penuh kotoran dan bau. Rupanya tenatara Jepang yang telah sepekan hilang,  kini tiba-tiba muncul dengan kondisi tidak karuan seperti itu. Babi hasil buruan  bahkan  sebagian membusuk di rangsel mereka. Seakan tidak sabar, sang komandan kemudian setengah memaksa meminta segera laporan tentang apa yang telah terjadi.
Bergantian mereka menceritakan bahwa  sehabis berburu mereka berkemas dan melakukan perjalanan untuk pulang kembali ke camp Lapeo. Tetapi setelah berjalan beberapa lama mereka baru sadar bahwa mereka telah tersesat dan tidak bisa menemukan jalan kembali. Seakan-akan mereka hanya berputar-putar di sebuah wilayah hutan lebat yang tertutup.  Sebagian besar dari mereka sempat berputus asa karena hingga sekian kali pergantian hari mereka masih saja tersesat di dalam hutan. Hingga kemudian suatu hari, yakni hari sebelum mereka tiba di Lapeo, seseorang di antara mereka tiba-tiba menemukan sebuah jalan yang baru mereka lihat yang kemudian ketika ditelusuri  menuntun mereka keluar dari lebatnya hutan.
Selesai mendengar cerita ini, spontan Komandan segera bergegas menuju ke Masjid Lapeo dan menemui Imam Lapeo. Dijabatnya erat-erat tangan sang Imam, sambil membungkuk melakukan penghormatan khas negeri matahari.  “TARIMA KASE,  IMAM, TARIMAKASE…..” begitu kira-kira ucapan sang komandan.  Diajaknya Imam Lapeo berbincang sejenak dan menanyakan apa kira-kira yang bisa dia lakukan untuk menyenangkan Sang Imam.  Tentu saja ini adalah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan sedikit pun oleh seorang pemimpin rakyat, pemimpin ummat, pemimpin kaumnya di Lapeo Tana Mandar.  Beliau kemudian mengajak komandan ke dalam pembicaraan hakikat yang menarik dan mengasikkan. Sesekali sang komandan mengangguk-ngangguk, mungkin pertanda kagum atau mungkin juga hanyalah gaya seorang penguasa yang terpaksa mengakrabi  orang jajahannya.
Di tengah perbincangan, Imam Lapeo kemudian menjelaskan bahwa apa yang dia lakukan untuk menolong komandan hanyalah hal yang biasa, yakni BERDO’A.  Suatu amalan ibadah yang sudah biasa dilakukan oleh seorang muslim yang telah menghambakan dirinya kepada sebuah Kekuatan Maha Dahsyat  yakni ALLAH  SWT.  
 UD-UUNIII, ASTAJIBLAKUM.  “Berdoa’alah kepadaKu, niscaya akan Kukabulkan”,  begitu kira-kira  kata Imam Lapeo menterjemahkan Ayat Al-Qur’an yang dibacakannya.
“Karo begituuuu, orang  Rapeo haruuus banyak  do’a  NIPPON menang  ne?” tiba-tiba Komandan bermata sipit ini memberikan respon.
“Betul sekali itu komandan…. Tetapi…. Bagaimana bisa kami banyak berdo’a sementara Nippon melarang kami menyalakan api di Masjid pada malam hari?  Selama ini Kami hanya bisa terbatas mendo’akan Nippon pada siang hari saja?”  seloroh bermuatan  diplomasi segera meluncur dari ucapan Sang Imam.
Diplomasi sederhana namun penuh hikmah inilah yang kemudian menjadi asbab keluarnya pernyataan dari mulut sang komandan mengakhiri perbincangan hari itu, kira-kira seperti ini:
“BAE’,  DI MASJID  INI  BORE NYARA  RAMPU NE?  BIAR SMUA ORANG  RAPEO  BANYA’  DO’A  NIPPON MENANG, HAEK ! “. 

(dikisahkan kembali  oleh Aba Mimi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar